Standar Kurikulum International Cambridge
1.
Language Across the Curriculum Program
Tantangan terbesar
manajemen sekolah adalah pelaksanaan Program Language Across the
Curriculum, program pembiasaan
penggunaan bahasa internasional, khususnya bahasa Inggris, sebagai media berkomunikasi
sehari-hari baik di dalam maupun diluar kelas terutama bagi para
guru dengan educational background
NON bahasa Inggris.
Mengingat bahwa Language skill yang dimiliki oleh
para guru akan ber-impact secara
signifikan pada kualitas pembelajaran yang akan mereka laksanakan dimana mereka
menjadi role model bagi para siswa. Skill yang akan menjadi aset bagi para lulusan Chalidana International
Islamic School–Chalidana Academy
dalam membangun
International Network. Oleh
karena itu, manajemen sekolah sangat intens dalam meningkatkan kompetensi
Bahasa Inggris melalui program English as
Daily Communication.
2.
Interactive Learning
Sebagai media dan fasilitas penunjang pembelajaran di Chalidana Academy disamping menyediakan pendidik dan tenaga
pendidik yang profesional, juga memiliki saran penunjang pembelajaran yang
otentik/kontekstual seperti; lab alam-botanical garden dibelakang sekolah dan
alat-alat peraga fisik. Disamping itu juga penunjang pembelajaran berupa
perangkat elektronik seperti; lab komputer/lab multimedia, dan terutama adalah studio rekaman audio-visual untuk menunjang program khusus pembelajaran Online/Hybrid Learning selama pandemi covid-19, walaupun
sebenarnya ini juga merupakan salah satu kebutuhan utama manusia yang hidup
di abad 21. Hal ini sesuai dengan perkataan dari Ali Bin Abu
Thalib: “Ajarilah anak-anakmu dengan cara
yang sesuai dengan jaman mereka, karena mereka akan hidup di zaman yang tidak sama denganmu” maka, sekolah harus memiliki sistem pembelajaran dengan
proses mekanisme pendidikan yang mengembangkan potensi peserta didik sebagai
subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Dalam lingkungan sekolah
dengan budaya islamis yang memungkinkan terjadinya interaksi bersama dalam
membangun pengalaman pembelajaran yang membentuk akhlak mulia.
3.
The 21th Century learner Character sebagai Profil Siswa
Masa anak-anak adalah masa pembentukkan karakter,
dimana dari berbagai hasil suatu survey menunjukkan bahwa BAGAIMANA karakter
seseorang di masa depan banyak dipengaruhi oleh BAGAIMANA perlakuan belajar dia
semasa anak-anak. Membentuk karakter tidak bisa diajarkan melainkan dibiasakan,
dengan pembiasaan akan menjadi budaya, dengan budaya yang terus menerus akan
menjadi karakter. Karakter pemimpin islamis yang akan menjadi landasan berpola-fikir
kelak pada saat memegang peran dalam kehidupan di dunia. Anak yang terkondisi
dengan lingkungan yang dinamis, kondusif secara alamiah akan tertempa untuk
memiliki karakter yang open minded,
terbuka. Oleh karena itu sekolah
mengintegrasikan pendekatan 21 Century
learning dengan karakter islam dalam membangun karakter. 21 century learner character ini adalah (1) Critical Thinking & Problem solving
(2) Communication, (3) Collaboration, (4) Creativity & Innovation.
Menyadari pentingnya mengaktualisasikan niat untuk
membentuk karakter anak-anak bangsa indonesia ini secara bersama-sama, maka
diperlukan sebuah pilot project yang
merupakan media rintisan dan sekaligus percontohan untuk selanjutnya
dikembangkan di tempat-tempat lain. Pilot
project ini adalah pendidikan yang berorientasi pada integrasi antara Ilmu
pengetahuan umum dan agama, intelektual dan moral, kepentingan dunia dan
kepentingan akherat.
Bagaimanakah model pendidikan yang tepat agar bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang produktif?
Kultur suatu bangsa mempengaruhi model pembelajaran apa yang paling efektif untuk diterapkan. Kultur bangsa Indonesia ternyata paling efektif jika menggunakan proses pembelajaran yang experience, yang mengalami sendiri. Dari gambar dibawah menunjukkan bahwa, dengan membaca saja kemungkinan anak bisa mengingat hanya 10 %, mendengar 20%, melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, partisipasi aktif, presentasi dan diskusi 70%, terlibat langsung baik dengan praktek maupun mengalami sendiri bisa mencapai 90%. Disamping intelektual yang baik mereka juga akan memiliki life skill, kecakapan hidup karena selama proses belajar mereka telah terbiasa untuk presentasi dengan percaya diri di depan kelas, berkomunikasi yang baik saat berdiskusi, terbuka terhadap perubahan pada saat rekan-rekan menyampaikan ide-ide yang bagus dan produktif karena terbiasa menghasilkan karya nyata, bukan sekedar hafalan teori-teori yang melelahkan dan mudah hilang, juga bukan sekedar nilai-nilai rapot yang bagus tapi tidak punya ke terampilan (Bobby de Potter, 1990).
Dengan
model Pembelajaran yang aktif ini kelak akan menciptakan
manusia-manusia yang produktif kreatif, inovatif, terbuka, bertanggung jawab
dan repect terhadap perubahan gobal
yang memungkinkan negara kita bisa mensejajarkan
posisi kita dengan negara-negara yang telah maju. Sebaliknya, pembelajaran yang pasif akan
menciptakan generasi bangsa yang lemah
dan
kontra produktif.
Comments
Post a Comment